6222, 16:05 – Dalam beberapa hari ini ada berita tentang curhatan seorang warga binaan yang harus menggunakan kardus untuk alas tidurnya di Lapas dengan uang yang diserahkan kepada petugas sipir.
Ndut
yang baca curhatan ini di laman Kompas, ndut hanya senyum miris saja, karena
apa yang dilakukan oleh WC, warga binaan itu ada curhatan dan yang terjadi di
lapas dan itu bukan rahasia umum lagi.
Ndut
pernah mendapatkan cerita dari seorang sahabat yang pernah dipenjara pada tahun
2015 hngga 2017 dimana sejak dari tahanan kepolisian pun tahanan sudah harus
merogoh kocek recehan, mulai dari biaya kamar dengan banderol Rp1 juta dimana
Rp300 ribu diberikan kepada petugas.
Lalu
ada uang buka kamar atau istilahnya buka keong dengan harga Rp150 ribu untuk
tahanan criminal dan Rp200 ribu untuk tahanan narkoba, belum lagi biaya untuk
beli rokok satu bungkus 16 batang ditambah kopi itam harus keluarkan Rp55 ribu.
Kalau
sampai tidak mengorder atau tidak buka keong selama berhari-hari siap-siap
mendapatkan ‘tanda cinta’ dari petugas jaga.
Dan
petugas jaga dibagi tiga tim berisikan tiga orang petugas, jadi bisa bayangkan
berapa banyak Rupiah yang beredar di penjara kepolisian tingkat resort.
Kebetulan
sahabat ndut ini masuk saat salah satu anggota kepolisian ini menjabat sebagai
coordinator jaga rutan yang sekarang dimutasi di Humas Polda lantaran kasus
membentak warga karena menolak ponselnya diperiksa petugas.
Ditingkat
rutan pun hal yang sama juga terjadi dimana biaya kamar ada beberapa tarif,
salah satunya Rp350 ribu perminggu dengan fasilitas isi kamar hanya lima orang
walaupun saat sidak, semua warga binaan yang tidur di lorong dimasukkan ke
dalam kamar udah kayak bandeng presto.
Sedangkan
yang tidur di lorong di banderol dengan harga Rp50,000 tiap minggu dengan
fasilitas menggunakan lemari secara bersamaan, hal yang sama juga terjadi di
Lapas, terutama uang recehan beredar saat kunjungan keluarga itu mulai dari
rutan Kepolisian hingga lapas.
Soal
ponsel pun, mulai dari rutan hingga lapas pun ada ponsel dimana petugas yang
melakukan itu semua, bahkan di lapas tempat sahabat ndut yang lokasinya dekat dengan Istana menjalani masa hukuman
ada salah satu petugas yang bekerja di unit dapur mampu menyediakan ponsel
sesuai keinginan warga binaan dengan tersegel dan baru !
Soal
ponsel dan sabu ada kaitannya, dimana seorang sahabat ndut ini bercerita salah
satu warga binaannya pernah mengorder pesanan barang sabu 50 kg untuk ditaruh
di gudangnya dan dari lapas dia tinggal mengorder barang itu ditujukan kemana
saja lewat ponsel.
Itu
putaran uang untuk kalangan criminal biasa, beda lagi dengan para koruptor yang
sudah pasti para koruptor ini akan dijadikan ATM berjalan para petugas dengan
dalil apapun misalnya pembuatan lemari kamar, atau sekedar uang rokok dan
minuman kemasan untuk tiap petugas yang menghampirinya.
Dan
masih banyak lagi cerita penjara yang tak pernah hasil diungkapkan walaupun
selalu dibantah keras oleh kementerian dan Ditjen PAS dengan bahasa redaksional
yang seakan ditutupi tanpa ada penyelidikan lebih mendalam.
Ndut
heran saja dengan pernyataan-pernyataan omong kosong dari kementerian dan
Ditjen PAS soal kasus kardus dan ponsel di lapas Cipinang, padahal kalau mereka
ingin bongkar bobroknya petugas di lapangan bisa kok.
Dengan
cara cobalah salah satu anggota Inspektorat atau Ditjen PAS menyamar atau masuk
sebagai tahanan taruhlah tiga bulan di penjara seperti film-film Hollywood,
ndut yakin para anggota ini akan terbuka matanya bagaimana kerja kotor para
petugas sipir dalam menyambung asap dapur mereka biar ngebul.
Para
petinggi yang berbicara ini akan hanya tahu dari para pegawainya yang mencoba
membela diri biar tidak dikenakan sanksi, tapi coba sedikit hanya sidak tanpa
pengawalan, pasti apa yang beredar akan ketahuan juga.
Jangan
selalu jadikan over kapasitas sebagai alasan, tapi tidak pernah ada solusi
nyata untuk mencairkan yang over kapasitas itu seperti membangun lapas baru
atau mengubahnya menjadi kerja sosial, mau sampai kapan over kapasitas
dijadikan kambing hitam ?
Ndut
sich berharap kasus WC ini diikuti dengan kesaksian dari sejumlah mantan
tahanan yang merasakan juga hal yang sama agar tidak lagi pembelaan yang omong
kosong dan tidak ada solusi nyata dalam membenahi penjara.
Semoga
kasus WC ini menjadi pintu gerbang dalam merubah perilaku para petugas sipir
penjara yang selalu memanfaatkan warga binaan untuk menstabilkan asap dapur
mereka dan juga uang bensin motor mereka demi keluarga di rumah.