301223, 20:00 – Kembali lagi w melakukan perjalanan sejarah kali ini bersama teman teman dari Timegap.id.
W
pun dari rumah berangkat pukul 06.10 untuk ke Stasiun Bekasi tidak butuh waktu
lama untuk menunggu kereta w pun berangkat dengan menggunakan kereta dengan
jurusan Kampung Bandan via Senen.
Dan
tibalah di Stasiun Jatinegara pukul 06.58 sementara waktu bertemu di titik
kumpul pukul 08.30 WIB
Akhirnya w pun menunggu di tempat menunggu untuk kereta jarak jauh hingga pukul 07.45 WIB kemudian untuk menunggu teman teman lainnya w pun berkeliling di Stasiun Jatinegara.
Akhirnya
di pukul 08.30 WIB w akhirnya bertemua dengan mbak Yuli selaku tour guide dari
Timegap.id
Setelah
menunggu peserta lainnya yang kesemuanya adalah perempuan dan w sendiri adalah
satu satunya laki laki.
Kami
pun berjalan di samping Stasiun Jatinegara, mbak Yuli pun menceritakan sejarah
dari Stasiun Jatinegara.
Kenapa namanya Jatinegara ? karena dulunya adalah hutan Jati dan Jatinegara ini sudah digunakan sejak Pangeran Jayakarta yang berarti negara yang sejati yang sudah lebih dulu mendirikan perkampungan Jatinegara Kaum usai Belanda hancurkan Keraton Sunda Kelapa.
Stasiun
Jatinegara sendiri berdiri pada 5 Maret 1887 dan mulai pembangunan oleh perancang
Snuyf.
Menarik
dari Stasiun Jatinegara ini adalah pembangunan peronnya menggunakan rangka atap
baja yang didatangkan langsung dari Belanda kecuali Stasiun Manggarai yang menggunakan
Pohon Jati.
Namun
sempat tekendala karena pecahnya Perang Dunia II sehingga Belanda tidak lagi
mengimpor Baja karena Baja ini digunakan untuk membuat Panser dan perangkat
perang lainnya.
Stasiun
ini dibuat besar sebagai persinggahan kereta api menuju Bandung dengan harapan
penumpang dari Weltervreden yang saat ini kita kenal Pasar Baru, Thamrin, Medan
Merdeka kala itu memilih stasiun ini daripada Stasiun Kemayoran
Stasiun
Jatinegara ini menjadi stasiun penghubung yang penting sebagai rangkaian baru ke
Stasiun Weltervreden dan jalur yang ada ke Tanjung Priok melalui Pasar Senen.
Salah
satu kemajuan dari Belanda membuat Stasiun kereta ini adalah tidak ingin
membuat kemacetan dan dibangunlah sebuah jembatan yang kini ada di Matraman
yang berdiri pada tahun 1900an.
Sebelum
melangkah menunju perberhentian selanjutnya, kami pun dibagikan satu persatu produk
Bali Nougat dan berphoto bersama dengan produk tersebut.
Lepas dari Stasiun Jatinegara, kami pun bergeser ke Taman Benyamin Sueb yang dahulunya adalah bekas Markas Kodim 0505 Bekasi.
Namun
sebelum dijadikan markas kodim adalah bekas kantor bupati jaman penjajahan Belanda
pada 1939-1942, kemudian dikuasai Jepang dari tahun 1945-1949.
Dan
baru digunakan sebagai markas Kodim pada tahun 1953 di atas luas tanah sekitar
1.800 m2 ini.
Konon,
ada cerita di tahun 1998 ketika sedang terjadi pergolakan di kalangan mahasiswa
yang menuntut Soeharto mundur, sejumlah mahasiswa diperiksa di tempat ini dan
tidak pernah lagi keluar dari kantor Kodim hingga detik ini.
Taman
Benyamin Sueb sendiri berdiri dan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu
Anies Baswedan pada 9 Agustus 2018.
Sebelum masuk ke dalam, kita disambut dengan sepasang patung Ondel Ondel dimana melambangkan putih merefleksikan kelembutan pada wanita dan merah pada pria melambangkan keberanian dan kekuasaan.
Ondel
ondel sendiri juga merefleksikan bahwa tentang dunia dan akherat, Ondel ondel
ini sendiri dipercaya dalam menghalau bala atau bahaya
Lantas
siapa Benyamin Sueb ? sosok ini adalah boleh dibilang legenda budaya Betawi karena beliau sangat multitalenta sejati.
Beliau
dari usia 5 tahun sudah memulai ngamen keliling kampung dengan gitar kecilnya
dengan gaya yang lucu membuat orang pun tidak segan memberikan permen atau
uang.
menariknya
adalah jika ada yang memberinya uang, uang tersebut diberikan kepada sang ibu
untuk membiayai sekolah abang abangnya. Dirinya anak bontot dari 5 bersaudara
pada
usia 20 tahun, dirinya menjadi kondektur, namun dirinya diajari korupsi kecil
keciloan dengan modus tidak memberikan karcis kepada penumpang yang bayar dan
karcis yang tidak diberikan itu kemudian dijual kembali.
Karena
hal itulah dirinya tidak bertahan lama menjadi kondektur, kemudian diriya
bergabung dengan keroncong Kalideres yang juga merekrut Ida Royani yang di masa
mendatang akan menjadi duet abadi dalam bernyanyi.
Sepajang berkarya di dunia seni, Benyamin Sueb hasilkan 73 album dengan 53 film dan berbuah prestasi 2 kali Piala Citra yaitu pada film Intan Berduri di tahun 1973 dan Si Doel Anak Sekolah pada 1975.
Namun
sayang diumur 56 tahun dirinya dipanggil Yang Maha Kuasa ketika sedang
melakukan syuting sinetron Si Doel Anak Sekolahan.
Dirinya
dimakamkan di TPU Karet Bivak di sebelah makam idolanya Bing Slamet sebagaimana
wasiat yang dirinya katakan kepada keluarganya.
Di
ruangan ini terdapat koleksi photo, tanda mata dari berbagai pihak, baju yang
digunakan dalam film serta kaset namun baru sebagian kecil saja karena masih
berada di kediaman dan pihak keluarga pun belum menyerahkannya.
Nama
Benyamin Sueb diabadikan sebagai nama jalan berdampingan dengan nama jalan sang
kakek yaitu H Ung atau Jiung yang berada
di kawasan kemayoran bekas runway bandara.
Taman Benyamin Sueb ini terbuka untuk umum dan bisa digunakan namun hanya untuk
kegiatan seni saja tidak untuk acara pernikahan atau reuni.
Lepas dari Taman Benyamin Sueb ini, kami pun berjalan ke jalan yang dikenal dengan nama Gang Padang ini dimana terdapat bangunan yang terdiri dari Vihara dan Kleteng yang hidup berdampingan.
Nama
klenteng tersebut adalah Shia Jin Kong berdiri pada 1944 oleh Mpe Thung Djie Hoey
(maaf kalo salah ya), sedangkan nama Viharanya adalah Dharma Kumala
Ada
yang tahu ndak perbedaan Vihara dengan Klenteng ? kalo Klenteng itu adalah rumah
ibadah untuk agama Kong Hu Chu sedangkan Vihara itu untuk agama Budha, jangan
sampai salah ya.
Ok,
lepas dari Klenteng dan Vihara, kami pun berjalan lagi menuju pasar yang awalnya
adalah pusat perbelanjaan Ramayana namun karena tahun 98 terjadi penjarahan dan
pembakaran membuat pusat perbelanjaan ini tutup.
Selang beberapa tahun, dibangunlah bangunan baru dengan standar internasional dan diperuntukkan untuk para pedagang batu akik untuk diperkenalkan ke seluruh Indonesia dan luar negeri.
Tempat
ini dapat menampung 1,000 pedagang namun kini hanya bertahan 300 pedagang saja
dengan mengalami masa tenarnya pada 2014 hingga 2016.
Selain
menjadi pusat batu akik dan terbesar di Asia Tenggara, pasar Rawa Bening ini
juga terdapat tempat klenik untuk mendapatkan jabatan dengan cepat atau jodoh.
Namanya Toko Ferdy disini menjual segala keperluan yang membuat anda cepat kaya atau dapat jabatan dengan cepat dan juga jodoh, selain itu juga diperlihatkan juga bonek jenglot namun yang belum ada isi isiannya.
Akhirnya
kami cukup lama di pasar ini karena ada
beberapa peserta yang membeli asesoris dari batu akik dengan harga yang cukup
murah.
Lepas
dari pasar batu akik, kami pun menyebrang menuju kopi Sedan yang cukup
legendaris tersebut yang berdiri dari tahun 1950 atau 1952.
Namun
sayangnya toko kopinya pun tutup karena menyambut tahun baru akhirnya kami pun
bergeser ke pasar Binatang Jatinegara dimana terdapat beberapa jenis Binatang bahkan
ada yang langka namun tidak lama kami berada disana karena ada beberapa hal.
Lepas
dari Pasar Binatang Jatinegara, kami pun bergeser ke Mester untuk melihat satu
gang yang isinya adalah toko obat namun kami beruntung dan menggantikan kopi
sedan dengan mengunjungi Toko Roti Gelora yang melegenda di Jakarta Timur.
Kami
pun menyusuri gang kecil dan menemukan sebuah rumah yang menjadi pabrik roti
dan kue yang melegenda dan banyak wara wiri di sosial media terutama Instagram
dan Tik Tok.
W pun mencoba membeli roti manis dan roti sobek rasa keju cokelat, setelah mencicipi rasanya pun enak, sangat lembut dan perpaduan cokelat kejunya pun mantap, pokoknya rekomen dech.
Masuknya
dari jembatan penyebarangan masuk ke ujung kemudian ke kanan temu gang kecil ikuti
gang itu mentok ke kanan kemudian ke kiri lalu ikuti lagi hingga satu belokan
lagi, klo nyasar tanya saja warga setempat pasti dikasih tahu kok arahnya.
Warga
di situ cukup ramah dalam menerima kunjungan atau yang mau ke toko roti Gelora
jadi jangan kuatir nyasar ya.
Lepas dari Toko Roti Gelora kami pun berjalan kembali menunju ke gereja GPIB Koinonia dengan menyusri jalan Jatinegara.
Sesampainya kami di halaman gereja untuk istirahat sejenak kami disamperin petugas keamanan gereja untuk menanyakan perihal kedatangan kami, namun sayangnya karena menyambut tahun baru, kami tidak diperkenankan masuk ke dalam.
Akhirnya
kami keluar dan berada di depan pintu masuk gereja, GPIB Koinonia adalah gereja
pertama yang ada di wilayah Timur Batavia kala itu.
Jadi
begini, ada tokoh Belanda yang juga guru agama bernama Cornelis van Senen
mencoba mendaftarkan sebagai pendeta namun ditolak yang akhirnya diberikan
sepetak tanah di samping Ciliwung yang kini dikenal dengan Jatinegara.
Mester
itu adalah penggilan untuk guru yang dialamatkan kepada Cornelis van Senen,
dirinya sering memberikan khotbah bahasa Melayu dan Portugis Kreol di Gereja Koinonia.
Gereja
Koinonia sendiri dibangun sekitar tahun 1889 oleh seorang bernama Keuchenius.
Dia adalah mantan Ketua Mahkamah Tinggi di Batavia.
Kemudian
Gereja direnovasi pada tahun 1911 - 1916 dan diberi nama Gereja Bethelkerk,
oleh De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie, atau lebih dikenal dengan
Indische Kerk.
Namun
seiring dengan kepemilikan gereja tersebut gereja juga berubah namanya, bahkan
hingga sebagaimana yang w lihat dari laman resmi GPIB Jemaat Koinonia, berdasarkan
Surat Keputusan Wakil Tinggi Keraan di Indonesia tanggal 1 Desember 1948 No.2
gereja ini beralih kepemilikan ke Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barta
dan diberi nama GPIB Jemaat Bethel.
Lalu
pada 1 Januari 1961 namanya kembali berubah menjadi GPIB Jemaat Koinonia hingga
saat ini yang berarti Persekutuan.
Di depan gereja Koinonia terdapat dua patung pejuang Jatinegara diamana satu patung dengan tinggi 2 meter mempresentasikan laki laki dewasa dan yang satu berukuran 1 meter yang merepresentasikan anak kecil.
Patung
pejuang Jatingeara ini diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta yang juga seniman
Tjokropranolo pada 7 Juni 1982.
Patung
ini dibuat untuk merepresentasikan atau simbol perjuangan 16 daerah di Jakarta Timur
Pasar Jangkrik, Paseban, Jatinegara, Kampung Melayu, Pulomas, Kampung Ambon,
Pal Mariam, Gang Bunga, pinggir jalan Vidiaducht (jembatan dekat teater), Pasar
Mode (Gang Kemuning), Leo Nilan (By Pass),
Kemudian
Domis Park (Belakang stasiun Jatinegara) Kayumanis V Lama, Gang Nambru (pohon kelapa
tinggi, Depo Jatinegara dan Klender.
Para
rakyat ke 16 daerah di Jakarta Timur ini tergabung dalam pasukan Pemberontakan
Rakyat Indonesia (PPRI) yang dipimpin oleh Haji Darip dan Bang Pi’i.
Dari
Gereja Koinonia kami pun menutup acara siang itu, namun sejatinya kami akan
dibawa ke Warung Makan Ibu Haji namun karena cuaca tidak mendukung kami pun berpisah.
W
bersama rombongan Bekasi dan Tanah Abang pun memilih Stasiun Matraman untuk
pulang.
Kami
pun mendapatkan kereta pukul 12:48 dan w tiba di Kranji pada pukul 13.00 dan
sampai rumah pukul 14.00 WIB.
Itulah
sepenggal cerita tentang ngebolang w di Jatinegara bersama teman teman dan juga
Mbak Yuli dari Timegap.id
Buat
mbak Yuli terima kasih buat cerita sejarahnya tentang Jatinegara cukup menarik
dan menantikan acara selanjutnya..
Sampai
jumpa di cerita selanjutnya…




















Tidak ada komentar:
Posting Komentar