12424, 17:20 – Myanmar kala itu pernah digadang gadang menjadi salah satu negara dengan perekonomian yang paling menjanjikan di ASEAN selain Indonesia.
Namun
kenyataannya berbeda 180 derajat dengan hari ini dimana negara dengan ibukota
Naypyidaw ini menderita dengan adanya perang saudara yang sebabkan pulutan juta
warganya jatuh dalam jurang kemiskinan.
Hampir
separu dari 55 juta penduduk Myanmar berada di bawah garis kemiskinan, 49,7
persen diantaranya hidup dengan penghasilan kurang dari USD 76 sen per hari.
Hal
ini berdasarkan temuan dari para ahli dari UNDP dimana angka tersebut dapat
meningkat dua kali lipat sejak tahun 2017 sebagimana dilansir dari CNN pada
Jumat 12 April 2024.
Berdasarkan
laporan UNDP selama tiga tahun pasca kudeta militer situasi perekonomian
Myanmar cukup buruk ke titik, ketika kelas menengah berisiko tersingkir dan
keluarganya memangkas pengeluaran terhadap kesehatan, makanan hingga pendidikan
karen naiknya inflasi negara tersebut.
Para
peneliti UNDP juga berikan paparan yang cukup khawtirkan ddimana terdapat
tambahan 25 persen penduduk Myanmar yang tergantung pada seutas benang di atas
garis kemiskinan pada Oktober 2023.
Situasi
yang memungkinkan akan semakin buruk ketika laporan ini diterbitkan dimana
konflik semakin insentif telah sebabkan lebih banyak pengungsi kehilangan
pekerjaan dan bisnis mereka tutup.
Myanmar
sendiri pernah mencapi kemajuan yang cukup pesat dalam kurangi kemiskinan sejak
dimulainya transisi demokrasi dari militer pada 2011 yang terjadinya reformasi
ekonomi dan politik.
Dimana
pada 2016, ekonomi negara ini tumbuh dengan cepat di kawasan ASEAN sebagaimana
menurut pandangan Bank Pembangunan Asia (ADB) serta Bank Dunia antara 2011 dan
2019 dengan tumbuh rata rata 6 persen per tahun.
Myanmar
dengan cukup efektif mengurangi separuh tingkat kemiskinan dari 48,2 persen
pada tahun 2005 jadi 24,8 persen pada tahun 2017.
Namun
itu semua berubah dratis ketika kudeta militer tahun 2021 dengan menggulingkan
pemerintah Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis dan terjerumus ke
dalam ketidak stabilan dan kekerasan.
Ditambah
Covid19 yang merajalela seantero dunia semakim memperparah kondisi negara
tersebut.
Dalam
temuan tersebut, UNDP Melihat kemiskinan tidak hanya meningkat dua kali lipat,
namun masyarakat juga semakin miskin dalam arti sebenarnya.
Menurut
Kanni Wignaraja, asisten sekjen dan direkutri regional UNDP untuk kawasan Asia
mengatakan bahwa secara keseluruhan tiga perempat penduduk berada dalam jurang
kemiskinan namun yang paling di takutkan adalah mereka saat ini bertahan hidup
pada tingkat subsisten saja.
Bahkan
Wignraja mengatakan kelas menengah di Myanmar kini benar benar menghilang
seakan punah bahkan turunnya hingga 50 persen dalam dua setengah tahun.
Lapran
UNDP ini berdasarkan lebih dari 12,000 wawancara yang dilakukan selama tiga
bulan mulai Juni hingga Oktober 2023 menjadi salah satu survey nasional
terbesar yang dilakukan badan PBB tersebut dalam beberapa tahun belakangan
Dalam
hal investasi asing, dilaporkan sangat menurun tajam dengan jumlah pengangguran
yang melakukan migrasi ke luar negeri sangat meningkat tajam.
Lapran
ini juga menemukan bahwa PDB negara tersebut belum cukup pulih dari penurunan
di angka 18 persen yang dialami pada 2021 karena krisis politik dan Covid19.
Menurut
padanangan Wignaraja, pihaknya belum pernah melihat daerah perkotaan besar
alami krisis yang sangat cepat yang membuat daerah sekitar Yangon dan Mandalay
terkena dampak yang cukup parah.
Tanpa
segera adanya intervensi, krisi kemanusian akan semakin memburuk dan berdampak
terhadap pembangunan akan bersifat lintas generasi.
Menurut
administrator UNDP Achim Steiner mengatakan tanpa adanya intervensi dengan
memberikan bantuan tunan, akses layanan dasar dan ketahanan pangan akan dampak
pada lintas generasi negara tersebut
Steiner
pun menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan baik di dalam ataupun luar
Myanmar untuk segera ambil tindakan agar tidak jatuh ke dalam kemiskinan akut
dan keputusasaan yang tidak dapat diubah
Semoga
situasi di Myanmar dapat pulih kembali dan para pemangku kepentingan negara itu
duduk bersama dengan utusan khusus Sekjen PBB untuk membenahi negara itu akan
kembali ke situasi normal ketika sediakala dulu dan tidak membuat masyarakatnya ketakutan ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar