Kamis, 23 November 2023

Tulisan ke 1,100 - Kapolri Larang Penggunaan Gas Air Mata di Kegiatan Olahraga, Anak Buah Melanggarnya

231123, 11:00 – Lagi lagi penembakan gas air mata kali ini yang melontarkan adalah jajaran anggota Polres Gresik dalam membubarkan massa yang beringas.

Jadi, ada laga Kompetisi Pegadaian Liga 2 antara Gresik United melawan Delta Sidoarjo yang berujung kekalahan Gresik United.

Tidak terima timnya kalah sebagaimana penyakit sepak bola negeri kita belum siap kalah dan menang, mereka mencoba masuk ke dalam stadion untuk bertemu dengan manajemen Gresik United.

Namun keinginan mereka dihalangi oleh para petugas, nah disitulah pecah kericuhan diman para supoter melempari polisi dengan batu.

Polisi pun tidak ambil diam dengan menggunakan pistol pelontar gas air mata dan lemparkan gas air mata ke arah kerumunan.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bukankah gas air mata sudah tidak boleh dilakukan oleh petugas kepolisian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 10 tahun 2022 tentang Pengamanan Penyelenggaraan Kompetisi Olahraga.

Namun menurut polis sebagaimana w kutip dari Bolasport.com bahwa Kapolres Gresik Panji Anom mengatakan bahwa penggunaan gas airmata untuk membubarkan penoton yang semakin bringas dan mengamankan rekan mereka yang cidera akibat pelemparan batu.

Menurut ndut sich, yang salah adalah Polisi, kenapa ? seharusnya mereka tahu bagaimana sifat dan budaya dari warga Jawa Timur yang sedikit panas bila melihat sesuatu, mestinya ada eskalasi keburukan donk misalnya menambah jumlah personal.

Walaupun kita tahu Indonesia saat ini sedang menjadi tuan rumah Piala Dunia U17 2023 setidaknya bisa donk daerah yang tidak terdampak mengirimkan personel kepolisiannya untuk membantu.

Jangan hanya demi eskalasi nasional saja misal demo 212 atau demo Sidang MPR atau pemilu di Monas atau Istana, seluruh polda di Indonesia kirim personelnya ke Jakarta namun giiliran sepak bola hanya satu dua kota saja yang mengirimkan personel kepolisiannya.

Ini sudah berulang kali terjadi, dan penyebabnya sama kekurangan personel, w jadi penasaran apa sih isi rapat internal antara intelkam dengan Kapolres dan Kapolda bila ada kegiatan olahraga jelang pertandingan penting atau tidak penting sehingga w bilang tidak akurat dan berujung kericuhan.

Ya seperti contoh kasus Gresik atau di Kanjuruhan, sekali lagi w Cuma bilang sepak bola Indonesia itu umatnya banyak dan banyak juga kelakuannya yang lucu lucu tapi mengerikan jadi pilih mana sedikti personel atau banyak personel kalau ternyata rusuh.

Para pecinta sepak bola kita ini belum cukup dewasa dalam menerima kekalahan apalagi kalau secara beruntun dan juga belum cukup dewasa dalam menerima kemenangan dengan pikiran cerdas.

Jadi pikirkan kembali, w Cuma bilang patuhi Perpol No 10 tahun 2022, jangan lagi pake gas air mata untuk alasan membubarkan massa demi menyelamatkan rekan kalian.

Mestinya kalian sudah mesti tahu resiko, kalian kan punya intelkam seharusnya tugas intelkam itu akurat berarti dalam hal ini di Gresik ndut bilang lapran Intelkam Gresik tidak akurat dan tidak membaca situasi yang akan terjadi !!!

Logikanya intelkam tahu donk bagaimana situasi Gresik baik itu ditahun politik atau kultur sepak bola daerah tersebut, semestinya bisa diredam dengan mengingatkan para pentolan supoter untuk control dan awasi  anak buahnya namun nyatanya ya pecah juga kan.

Nah apakah itu sudah dijalankan oleh para petugas Intelkam dilapangan jauh sebelum pertandingan yang dilakukan oleh Gresik United sepanjang musim ini ?

Ndut sich berharap, Kapolri dan Kadiv Propam Mabes Polri turun tangan dan menyelidiki kasus pelemparan gas air mata yang katanya sudah sesuai prosedur di Gresik, buat apa Perpol No 10 tahun 2022 dibuat kalau ternyata masih beredar Gas air mata di sekitaran Stadion ! !

Apakah kita akan dihukum oleh FIFA atau tidak, w sich setuju aja FIFA menghukum PSSI dan sepak bola Indonesia karena kasus ini sudah berulang kali terjadi dan sepertinya tidak ada rasa penyesalaan sama sekali bagi di supoter maupun pihak terkait.

Kita bisa lihat setelah Kanjuruhan, reda namun kembali lagi rusuh dan terakhir ini di Aceh dan Gresik seakan nyawa 135 penonton di Kanjuruhan itu hanya mati biasa saja bagi para suporter kita.

Baru saja ketika mengenang kembali peristiwa itu baru berubah namun hanya sebentar kemudian berulah lagi.

Jadi apakah kasus Aceh dan Gresik menjadi yang terakhir dan semakin dewasa para penonton sepak bola kita dalam menyikapi sikap kalah dan menang ? kita lihat saja nanti ndut sich kurang yakin bila melihat situasi yang terjadi saat ini.

 

Bekasi 231123…..  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar