161121, 07.38 – Pemerintah Indonesia dan Selandia Baru bangun kemitraan pada biadang transisi energi terutama dalam merespon perubahan iklim.
Hal ini disampaikan Menlu Indonesia, Retno
Marsudi dalam keterangannya sebagaimana ndut baca pada laman info public usai
pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Nanaia Mahuta.
Salah satu kerja sama yang dapat dikembang
adalah bidang geothermal atau panas bumi setelah kedua negara pada bidang
energi telah ditunjukkan melalui pembangunan “Flores Geothermal Island” di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan pembangunan jaringan pipa di Provinai
Maluku dalam kerangka New Zealand-Maluku Access to Renewable Energy Support
(NZMATES) atau Akses Selandia Baru-Maluku Menuju Dukungan Energi Terbarukan.
Program “Flores Geothermal Island”
ditujukan untuk menghadirkan energi bersih bagi masyarakat setempat, mengingat
kebutuhan energi listrik di Pulau Flores, khususnya Manggarai Barat, akan terus
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk serta pertumbuhan ekonomi,
industri, dan pariwisata.
Proyek panas bumi dikembangkan di daerah
tersebut karena potensinya mencapai 910 MWe (megawatt electrical), yang terdiri
dari sumber daya sebesar 398 MWe dan cadangan sebesar 524 MWe.
Dengan begitu, Pulau Flores dinilai dapat
menjadi pelopor untuk pengembangan energi bersih.
Untuk mendukung tujuan Indonesia dalam kurangi
emisi gas rumah kaca dan tingkatkan pasokan energi terbarukan dalam bauran
energinya, Menlu Selandia Baru Nanaia Mahuta mengumumkan bantuan pendanaan
sejumlah 6 juta dolar AS (sekitar Rp85,2 miliar) selama lima tahun di bawah
kemitraan baru dengan Global Green Growth Institute.
Organisasi pembangunan internasional
antarpemerintah itu bertujuan mempromosikan pertumbuhan hijau, yang
mensyaratkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian
lingkungan.
Selain di bidang energi, Indonesia juga
mengajak Selandia Baru mempererat kerja sama untuk percepatan pemulihan ekonomi
di tengah pandemi COVID-19.
Pada September 2021, tren perdagangan
bilateral kedua negara naik 37 persen year-on-year (YoY) dan mencapai 1,25
miliar dolar AS (sekitar Rp17,7 triliun).
Namun, Menlu Retno menekankan bahwa kerja
keras kedua pihak diperlukan untuk mencapai target nilai perdagangan 2,8 miliar
dolar AS (sekitar Rp39,8 triliun) pada 2024.
Selain itu dalam pertemuan, Menlu Retno sampaikan
harapannya agar kerja sama perdagangan seperti ASEAN-Australia-New Zealand Free
Trade Agreement dan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dapat
dimanfaatkan untuk mendorong perdagangan dan investasi.
Sebelumnya, Selandia Baru menyampaikan
pihaknya siap membantu Indonesia menguatkan industri panas bumi dalam negeri
yang salah satunya terwujud dalam Rencana Aksi Kemitraan Komprehensif
Indonesia-Selandia Baru 2020-2024.
Hal itu disampaikan oleh kantor dagang dan
usaha Selandia Baru (NZTE) melalui pernyataan tertulis.
Sebagai informasi, NZTE merupakan lembaga
pemerintah yang bertugas membantu menghubungkan perusahaan di Selandia Baru
dengan investor di berbagai negara. Di Indonesia, NZTE membangun kemitraan
dengan ragam pemangku kepentingan dan menyediakan berbagai informasi serta
jejaring terkait investasi.
Ndut apresiasi dengan adanya kerja sama terbaru
dalam bidang energi terbarukan dalam pertemuan antara kedua Menlu ini di
Jakarta.
Kita tahu bagaimana Selandia Baru adalah
mitra penting Indonesia, dan juga tahu banyak produk Selandia Baru digunakan rakyat
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari seperti produk turunan sapi.
Ndut berharap kemitraan antara Indonesia
dan Selandia Baru dapat terjalin harmonis dan saling menguntungkan bagi warga
kedua negara di saat pandemic covid19 yang belum jelas titik akhirnya.
Kita nantikan hasil nyata dari kerja sama
bidang panas bumi bagi Indonesia dan ada manfaat bagi warga di NTT khususnya di
Flores dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar