Tulisan kali ini w kembali mengeksplor Kota Bogor yang sebentar lagi akan berulang tahun ke 542 pada 3 Juni mendatang.
Kali
ini w melakukan walking tour bersama kaka kaka hebat dari Eat Chat Walk atau
ECW dan Rambah Kota.
W
pun tiba di titik kumpul yaitu di Indomaret Fresh Air Mancur pada pukul 08.10
WIB dan pada pukul 08.30 kami pun memulai acara.
W
pun berada di kelompok dua dengan kaka Leo dari Rambah Kota, pemberhetian
pertama adalah Air Mancur
(ini
berdasarkan penelusuran dari banyak sumber, bukan dari tour guide Ka Leo,
karena ketika menyampaikan itu, berbarengan dengan bisiknya suara kendaraan
bermotor)
Dimana sebelum air mancur ini ada terdapat tugu yang dibangun oleh bangsa Belanda yang diberi nama Witte Paal yang didirikan oleh tahun 1839 oleh Gubernur Jenderal De Eerens,
Bahkan
pada 1941, tugu ini dicat dengan warna gelap sesuai arahan Komisi Dewan Kota
untuk menyamarkan tugu dan bangunan lain di sekitarnya dari serangan udara
Jepang kala itu.
Bahkan
tidak berlangsung lama, sebulan kemudian warna tugu dikembalikan ke warna
semula dan selamat dari perang setelah Jepang kalah dari sekutu tugu ini tetap
berdiri kokoh,
Pada
jaman Jepang, tugu ini diganti dengan huruf kanji sebagai identitas dari Jepang
hingga akhirnya pada 20 Mei 1958, tugu ini pun dibongkar dengan biaya kala itu
Rp 15,000 dengan alasan sebagai bukti kesombongan dari Belanda.
Air
mancurnya pun masih berfungsi dengan baik, walau ketika kami berkunjung ke sana
tidak menyala, kami pun berphoto bersama.
Lepas
dari air mancur kami pun beranjak menuju ke gedung belakang air mancur yang
ternyata adalah tempat penampungan air yang mengaliri air hingga ke Jakarta.
(ini dari berbagai sumber ya..) Jadi bangunan yang sudah berdiri dari tahun 1922 ini, dimana dulu Batavia pernah menyanddang gelar Queen of the East dimana salah satu pendatang terkesan adalah air sungai Ciliwung yang sangat bersih dan jernih hingga bisa langsung diminum.
Namun
masa indah itu sudah berakhir, dimana pada awal abad ke 19 Batavia menjadi kota
yang cukup kumuh, bahkan sungai ciliwung yang dulunya jernih pun tercemar
limbah dan lumpur.
Nah,
untuk penuhi kebutuhan air bersih itulah sejak tahun 1843 dibangun beberapa
sumur pompa di beberapa lokasi namun yang dihasilkan kurang berkualitas baik,
bahkan sumur yang ada di Glodok dan Tanah Abang harus ditutup karena airnya
yang cukup asin.
Pejabat
pemerintahan kala itu pun mencari solusi demi terpenuhi kebutuhan manusian yang
paling vital tersebut, pada 1918 mulailah penelitian di salah satu mata air
yang ada di daerah Ciomas, Ciburial, Bogor.
Sumber
air di Ciomas, terletak di 270 mdpl di kaki Gunung Salak dan berada dalam
kawasan dengan luar 15,000 meter persegi, kapasitas air yang dihasilkan ketika
itu sekitar 500 liter perdetik.
Lalu
dibuatkan laha sarana dan prasaran sumur air tersebut yang dimulai pada bulan
September 1920,
Dari
sumber ari tersebut, air bersih dialirkan melalui pipa pipa yang ditanam
sepanjang jalan hingga lewati jalan Pintu ledeng sampai ke Bubulak.
Untuk
melancarkan aliran air bersih ke Jakarta, dibangunlah beberapa jembatan di
antaranya jembatan Cisadane sepajang 10 meter, Sindangbarang (Sindangsari)
jembatan sepanjang 20 meter yang melintasi Sungai Cidepit dekat Jl Semeru dan
jembatan yang sudah ada di atas Sungai Cipankancilan yaitu Jembatan Bubulak
atau dikenal Jembatan Pangaduan.
Aliran
air tersebut ditampun di Gardu penampungan air yann beradad dekat Obelisk dan
Jalan Raya Post atau Gardu Air Mancur.
Gardu
ini dikenal dengan sebutan Gardu Air Mancur selesai dibangun pada bulan Juli
1922.
Gardu
yang dulunya merupakan tempat penampungan dan penyaluran air pertama yang
dimiliki pemerintah Hindia Belanda.
Di
dalam bangunan ini terdapat bak penampungan air yang dilengkapi dengan alat
ukur dan mesin pompa untuk alirkan air bersih menunju Batavia melalui pipa yang
tertanama sepanjang jalan post.
Lepas dari Gardu Air, kami pun beranjak menunju sebuah rumah no 22 yang tertutup dengan seng dari luar sehingga tidak bisa melihat ke dalam, namun yang pasti bangunan yang ada di dalam adalah memiliki nilai sejarah, kenapa ?
Karena
rumah ini dulunya adalah kediaman dari Sri Hana dan Sri Hani ? siapa mereka ?
mereka adalah Ir Sukarno dan Hartini, nama Sri Hana dan Sri Hani adalah nama
samaran atau nama pena yang diberikan oleh Ir Sukarno dalam berkorespondensi
agar tidak terlacak oleh tentara Belanda kala itu.
Bangunan
rumah ini sendiri dirancang bangun oleh Fredrich Silaban ? siapa dia ? dialah
yang merancang Masjid terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, Istiqlal.
Lepas
dari rumah Sri Hana dan Sri Hani, kami pun menyusuri jalur pedestrian Kota
Bogor dibawah asyip sayup gerimis hujan hingga kami tiba di sebuah kompek yang
ternyata adalah GOR Padjadjaran.
Di
dalam GOR Padjajaran ini terhadap lapangan basket indoor dan outdoor, panahan,
lapangan sepakbola, namun sebelum berfungsi sebagai GOR, lokasi ini adalah area
pacuan kuda.
Namun
pada tahun 1974, areal pacuan kuda ini tidak digunakan dan diubah menjadi GOR
dengan berbagai macam kegiatan olahraga.
GOR
atau Stadion Padjajaran ini pernah menjadi kandang dari PSB Bogor ketika
kompetisi Galatama berlangsun kala itu dari tahun 1989-1994
Stadion
Padjajaran sendiri saat ini hanya digunakan sebagai tempat mengambil nilai bagi
anak sekola atau test fisik dan lari bagi para anggota TNI/Polri dan terbuka
untuk umum.
Lanjut dari GOR Padjajaran, kami menunju keluar dan tepat di depan GOR terdapat pabrik ban pertama di Indonesia yaitu Pabrik Ban Goodyear walaupun saat ini tidak ada pabriknya.
Pabrik
yang berdiri pada 1934 dan beroperasi pada 1935 ini hingga saat ini masih
berproduksi ban yang awalnya untuk kebutuhan delman bersamaan dengan adanya
areal Pacuan Kuda tadi.
Lepas
dari depan Kantor Goodyear kami pun kembali ke dalam namun ke arah yang berbeda
dan menuju ke Kantor PWI Bogor dimana pada jaman dulu adalah kantor Dewan Pers
pertama dimana ketuanya adalah Tirto Adhi Sorjo yang mendirikan harian Medan
Priyayi dimana cetak di Batavia yang berisikan dengan kritikan dirinya
terhadap pemerintahan Hindia Belanda.
Namanya
kini diabadikan sebagai nama jalan di Bogor dan sebuah Taman Pemakaman Umum di Pondok
Rumput.
Setelah
itu lanjut lagi ke Gallery dan Workshop Batik Bogor Tradisiku dimana disinilah
kalau ingin menjadi Batik khas bogor.
Batik
Bogor sangat jelas berbeda dengan batik lainnya karena para pengerajin Batik
Bogor mengangkat ikon kota ini yaitu Angkot, Kujang dan Bunga Teratai sebagai
bahan dan motif dari batik ini.
W
yang melihat lihat pun cukup kagum dengan kreatifitas dari para pengrajin ini
dan w abadikan lewat beberapa photo.
Lanjut
lagi, usai dari Batik Bogor Tradisiku kami menuju ke arah utara dan tepat di
depan bangunan yang ditutup seng ini ternyata terdapat bangunan bersejarah
yaitu kediaman dari Sri Sultan Hamengkubumo dengan istri kelimanya yaitu KRA
Norma Nindya Kirana
Rumah yang diberi nama Kedaton Swarna Bumi menariknya adalah ada meja tulis di kamar mandi sebagai tempat menuangkan insiprasi Sri Sultan ketika menemukan ide atau gagasan.
Semetara
Ibu Norma atau KRA Norma Nidnya Kirana adalah bukan putri bangsawan beliau
berasal dari Bangka yang lahir pada 3 Desember 1930.
Ibu
Norma ini adalah sekretaris mantan presiden Sukarno dari 1960 hinga 1964, Ibu
Norma menikah dengan Sri Sultan pada tahun 1976
Ibu
Norma sendiri wafat pada 2 September 2015, bangunan ini saat ini berada dalam
lingkungan Kantor Imigrasi Kota Bogor, untuk masuk bisa tentunya dengan
perizinan sebagaimana mestinya.
Lanjut
lagi, kali ini kami diajak ke rumah pejagalan hewan yang satu kompleks dengan
kantor DPRD Kota Bogor.
Jadi
ketika kita beli dari pasar hewan yang lokasinya tidak jauh kemudian di
bawahlah ke rumah potong hewan untuk dijagal dan dhitung per kepala atau
sekarang dikenal per ekor.
Namun
tidak diketahui kapan berakhirnya keaktifan dari rumah jagal ini. Dan sekarang
menjadi cagar budaya.
Kelar dari sana, kami pun lanjut ke destinasi selanjutnya yaitu Kantor Dinas PUPR Kota Bogor dimana terdapat sebuah tugu berupa mesin Stoom.
Stoom
ini telah berjasa bagi negara termasuk Kota Bogor, karena awalnya digunakan
oleh tenaga manusia kemudian hewan dan sekaran mesin Stoom, mesin ini digunakan
untuk meratakan atau menghaluskan permukaan tanah yang kasar.
Dan
mesin Stoom ini digunakan untuk meratakan tanah proyek jalan Anyer-Panarukan
yang cukup terkenal tersebut.
Setelah
dari Kantor Dinas PUPR Kota Bogor kami melangkah menuju ke sebuah sekolah yang
telah menjadi sekolah terbaik Se Jawa Barat pada 2023 yaitu SMKN 1 Kota Bogor
atau yang cukup dikenal dengan nama SMEA, banyak program studinya yaitu Akuntansi,
Perkantoran serta Multimedia dan masih banyak lagi.
Dan usai dari SMKN 1 Kota Bogor kami pun berkumpul di Tamang Heulang yang cukup rimbun dan sejuk, sebelum menuju ke Taman Heulang w sempat menyicipi dimsum yang cukup terjangkau yaitu Rp 10,000 isi 3 atau Rp 15.000 isi 5.
Di
taman Heulang ini banyak sekali jajanan yang cukup meneteskan air di ujung
lidah kita, setelah melalangbuana waktunya berakhirnya petualanangan di La
Tansa Tanah Sereal Kota Bogor.
Setelah
bercakap cakap dan kata sambitan dari ECW dan Rambah Kota saatnya menunjukkan
berapa langkah kita telah melangkah ternyata
mencapai 6,662 langkah dengan habiskan kalori 700 dan telah memakan
jarak selama 5 kilo.
Namun
di aplikasi berjalan w cukup beda, dimana w sudah berjalan dari rumah pukul 05.15
kemudian berkeliling Bogor dan kembali ke rumah adalah 823,2 kalori dengan
11,46 kilometer dengan jumlah langkah kaki 16,860.
Usai dari Taman Heulang kami membubarkan diri, dimana Pak Jauhari dengan beberapa kaka kaka lainnya memilih makan siang di Sate Kambing Hanjawar sementara w, ka Nita dan Ka Haniel memilih untuk ke toko roti yang cukup melegenda…
Apalagi
kalo bukan Tan ek Tjoan, toko roti yang sudah ada sejak tahun 1920 ini cukup familiar dan menjadi langganan w sejak
kecil dimana bokap selalu beli roti tawar atau roti manisnya seperti roti gambang.
W
pun yang melihat banyaknya roti yang ditawarkan cukup kaget dengan roti gambang
dengan rasa keju dan w pun membelinya bersama dengan roti manis pisan keju.
Dimana
roti pisang kejunya sang Tan Ek Tjoan sekali dengan khasnya perpaduan antara
pisang dan kejunya sangat merata dan melting dimulut.
Sementara gambang Kejunya pun begitu menyicipnya sudah pasti kalo roti itu produksi Tan Ek Tjoan ditambah dengan keju yang mungkin di parut terlebih ditambah dengan seruput kopi dikala senja atau pagi hari pasti enak binggidss.
Lepas
dari Toko Tan Ek Tjoan kami pun berjalan menyusuri jalan Siliwiangi menuju
kawasan Surya Kencana untuk makan siang, setelah itu kami pun menuju ke Stasiun
Bogor untuk pulang ke tempat masing masing,
Kami
bertiga tiba di Stasiun Bogor pukul 15.00 dan naik kereta serta berangkat pukul
15.05 hingga akhirnya berpisah di Stasiun Manggarai karena Ka Nita ke arah Tenabang
dan w ke Bekasi.
W
pun tiba di rumah pukul 17.55 dengan badan dan kaki yang sudah cukup pegal
sekali bahkan pengen sekali selonjoran di Kasur.
Itulah
seharian bersama w dengan kaka kaka hebat dari Eat Chat Walk dan Rambah kota
yang mungkin saat w kepada kaka kaka Rambah kota agar ke depannya bisa pakai
mic untuk menceritakan soal Kota Bogor bisa lebih terdengar lagi.
Bukan
suaranya kecil namun tidak sebandin dengan polusi suara yang ditimbulkan oleh
kendaraaan bermotor yang lewat sekitaranya, itu aja sich, sukses terus untuk
kaka kaka Rambah Kota…
Nantikan
walking tour selanjutnya…
Bogor,
25 Mei 2025…











.jpg)


