Sabtu, 25 Mei 2024

Menelusuri La Tansa Tanah Sereal Bogor

Tulisan kali ini w kembali mengeksplor Kota Bogor yang sebentar lagi akan berulang tahun ke 542 pada 3 Juni mendatang.

Kali ini w melakukan walking tour bersama kaka kaka hebat dari Eat Chat Walk atau ECW dan Rambah Kota.

W pun tiba di titik kumpul yaitu di Indomaret Fresh Air Mancur pada pukul 08.10 WIB dan pada pukul 08.30 kami pun memulai acara.

W pun berada di kelompok dua dengan kaka Leo dari Rambah Kota, pemberhetian pertama adalah Air Mancur

(ini berdasarkan penelusuran dari banyak sumber, bukan dari tour guide Ka Leo, karena ketika menyampaikan itu, berbarengan dengan bisiknya suara kendaraan bermotor)


Dimana sebelum air mancur ini ada terdapat tugu yang dibangun oleh bangsa Belanda yang diberi nama Witte Paal yang didirikan oleh tahun 1839 oleh Gubernur Jenderal De Eerens,

Bahkan pada 1941, tugu ini dicat dengan warna gelap sesuai arahan Komisi Dewan Kota untuk menyamarkan tugu dan bangunan lain di sekitarnya dari serangan udara Jepang kala itu.

Bahkan tidak berlangsung lama, sebulan kemudian warna tugu dikembalikan ke warna semula dan selamat dari perang setelah Jepang kalah dari sekutu tugu ini tetap berdiri kokoh,

Pada jaman Jepang, tugu ini diganti dengan huruf kanji sebagai identitas dari Jepang hingga akhirnya pada 20 Mei 1958, tugu ini pun dibongkar dengan biaya kala itu Rp 15,000 dengan alasan sebagai bukti kesombongan dari Belanda.

Dan diganti dengan Air Mancur yang dikenal hingga saat ini, dulunya kata Ka Leo ada kolam yang selalu warga Kota Bogor melempar koin berharap keberuntungan dan anak kecil pun banyak memungutinya.

Air mancurnya pun masih berfungsi dengan baik, walau ketika kami berkunjung ke sana tidak menyala, kami pun berphoto bersama.

Lepas dari air mancur kami pun beranjak menuju ke gedung belakang air mancur yang ternyata adalah tempat penampungan air yang mengaliri air hingga ke Jakarta.

(ini dari berbagai sumber ya..) Jadi bangunan yang sudah berdiri dari tahun 1922 ini, dimana dulu Batavia pernah menyanddang gelar Queen of the East dimana salah satu pendatang terkesan adalah air sungai Ciliwung yang sangat bersih dan jernih hingga bisa langsung diminum.

Namun masa indah itu sudah berakhir, dimana pada awal abad ke 19 Batavia menjadi kota yang cukup kumuh, bahkan sungai ciliwung yang dulunya jernih pun tercemar limbah dan lumpur.

Nah, untuk penuhi kebutuhan air bersih itulah sejak tahun 1843 dibangun beberapa sumur pompa di beberapa lokasi namun yang dihasilkan kurang berkualitas baik, bahkan sumur yang ada di Glodok dan Tanah Abang harus ditutup karena airnya yang cukup asin.

Pejabat pemerintahan kala itu pun mencari solusi demi terpenuhi kebutuhan manusian yang paling vital tersebut, pada 1918 mulailah penelitian di salah satu mata air yang ada di daerah Ciomas, Ciburial, Bogor.

Sumber air di Ciomas, terletak di 270 mdpl di kaki Gunung Salak dan berada dalam kawasan dengan luar 15,000 meter persegi, kapasitas air yang dihasilkan ketika itu sekitar 500 liter perdetik.

Lalu dibuatkan laha sarana dan prasaran sumur air tersebut yang dimulai pada bulan September 1920,

Dari sumber ari tersebut, air bersih dialirkan melalui pipa pipa yang ditanam sepanjang jalan hingga lewati jalan Pintu ledeng sampai ke Bubulak.

Untuk melancarkan aliran air bersih ke Jakarta, dibangunlah beberapa jembatan di antaranya jembatan Cisadane sepajang 10 meter, Sindangbarang (Sindangsari) jembatan sepanjang 20 meter yang melintasi Sungai Cidepit dekat Jl Semeru dan jembatan yang sudah ada di atas Sungai Cipankancilan yaitu Jembatan Bubulak atau dikenal Jembatan Pangaduan.

Aliran air tersebut ditampun di Gardu penampungan air yann beradad dekat Obelisk dan Jalan Raya Post atau Gardu Air Mancur.

Gardu ini dikenal dengan sebutan Gardu Air Mancur selesai dibangun pada bulan Juli 1922.

Gardu yang dulunya merupakan tempat penampungan dan penyaluran air pertama yang dimiliki pemerintah Hindia Belanda.

Di dalam bangunan ini terdapat bak penampungan air yang dilengkapi dengan alat ukur dan mesin pompa untuk alirkan air bersih menunju Batavia melalui pipa yang tertanama sepanjang jalan post.

Lepas dari Gardu Air, kami pun beranjak menunju sebuah rumah no 22 yang tertutup dengan seng dari luar sehingga tidak bisa melihat ke dalam, namun yang pasti bangunan yang ada di dalam adalah memiliki nilai sejarah, kenapa ?

Karena rumah ini dulunya adalah kediaman dari Sri Hana dan Sri Hani ? siapa mereka ? mereka adalah Ir Sukarno dan Hartini, nama Sri Hana dan Sri Hani adalah nama samaran atau nama pena yang diberikan oleh Ir Sukarno dalam berkorespondensi agar tidak terlacak oleh tentara Belanda kala itu.

Bangunan rumah ini sendiri dirancang bangun oleh Fredrich Silaban ? siapa dia ? dialah yang merancang Masjid terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, Istiqlal.

Lepas dari rumah Sri Hana dan Sri Hani, kami pun menyusuri jalur pedestrian Kota Bogor dibawah asyip sayup gerimis hujan hingga kami tiba di sebuah kompek yang ternyata adalah GOR Padjadjaran.



Di dalam GOR Padjajaran ini terhadap lapangan basket indoor dan outdoor, panahan, lapangan sepakbola, namun sebelum berfungsi sebagai GOR, lokasi ini adalah area pacuan kuda.

Namun pada tahun 1974, areal pacuan kuda ini tidak digunakan dan diubah menjadi GOR dengan berbagai macam kegiatan olahraga.

GOR atau Stadion Padjajaran ini pernah menjadi kandang dari PSB Bogor ketika kompetisi Galatama berlangsun kala itu dari tahun 1989-1994

Stadion Padjajaran sendiri saat ini hanya digunakan sebagai tempat mengambil nilai bagi anak sekola atau test fisik dan lari bagi para anggota TNI/Polri dan terbuka untuk umum.

Lanjut dari GOR Padjajaran, kami menunju keluar dan tepat di depan GOR terdapat pabrik ban pertama di Indonesia yaitu Pabrik Ban Goodyear walaupun saat ini tidak ada pabriknya.

Pabrik yang berdiri pada 1934 dan beroperasi pada 1935 ini hingga saat ini masih berproduksi ban yang awalnya untuk kebutuhan delman bersamaan dengan adanya areal Pacuan Kuda tadi.

Lepas dari depan Kantor Goodyear kami pun kembali ke dalam namun ke arah yang berbeda dan menuju ke Kantor PWI Bogor dimana pada jaman dulu adalah kantor Dewan Pers pertama dimana ketuanya adalah Tirto Adhi Sorjo yang mendirikan harian Medan Priyayi dimana cetak di Batavia yang berisikan dengan kritikan dirinya terhadap pemerintahan Hindia Belanda.

Namanya kini diabadikan sebagai nama jalan di Bogor dan sebuah Taman Pemakaman Umum di Pondok Rumput.

Setelah itu lanjut lagi ke Gallery dan Workshop Batik Bogor Tradisiku dimana disinilah kalau ingin menjadi Batik khas bogor.

Batik Bogor sangat jelas berbeda dengan batik lainnya karena para pengerajin Batik Bogor mengangkat ikon kota ini yaitu Angkot, Kujang dan Bunga Teratai sebagai bahan dan motif dari batik ini.

W yang melihat lihat pun cukup kagum dengan kreatifitas dari para pengrajin ini dan w abadikan lewat beberapa photo.


Lanjut lagi, usai dari Batik Bogor Tradisiku kami menuju ke arah utara dan tepat di depan bangunan yang ditutup seng ini ternyata terdapat bangunan bersejarah yaitu kediaman dari Sri Sultan Hamengkubumo dengan istri kelimanya yaitu KRA Norma Nindya Kirana

Rumah yang diberi nama Kedaton Swarna Bumi menariknya adalah ada meja tulis di kamar mandi sebagai tempat menuangkan insiprasi Sri Sultan ketika menemukan ide atau gagasan.

Semetara Ibu Norma atau KRA Norma Nidnya Kirana adalah bukan putri bangsawan beliau berasal dari Bangka yang lahir pada 3 Desember 1930.

Ibu Norma ini adalah sekretaris mantan presiden Sukarno dari 1960 hinga 1964, Ibu Norma menikah dengan Sri Sultan pada tahun 1976

Ibu Norma sendiri wafat pada 2 September 2015, bangunan ini saat ini berada dalam lingkungan Kantor Imigrasi Kota Bogor, untuk masuk bisa tentunya dengan perizinan sebagaimana mestinya.

Lanjut lagi, kali ini kami diajak ke rumah pejagalan hewan yang satu kompleks dengan kantor DPRD Kota Bogor.


Iya sebelum dibangun Gedung DPRD Kota Bogor, kawasan ini adalah rumah pejagalan hewan yang sudah ada sejak tahun 1926 dan beroperasi pada 1928 karena dulu tidak ada tempat untuk potong hewan makanya didirikan lah rumah pejagalan tersebut.

Jadi ketika kita beli dari pasar hewan yang lokasinya tidak jauh kemudian di bawahlah ke rumah potong hewan untuk dijagal dan dhitung per kepala atau sekarang dikenal per ekor.

Namun tidak diketahui kapan berakhirnya keaktifan dari rumah jagal ini. Dan sekarang menjadi cagar budaya.


Kelar dari sana, kami pun lanjut ke destinasi selanjutnya yaitu Kantor Dinas PUPR Kota Bogor dimana terdapat sebuah tugu berupa mesin Stoom.

Stoom ini telah berjasa bagi negara termasuk Kota Bogor, karena awalnya digunakan oleh tenaga manusia kemudian hewan dan sekaran mesin Stoom, mesin ini digunakan untuk meratakan atau menghaluskan permukaan tanah yang kasar.

Dan mesin Stoom ini digunakan untuk meratakan tanah proyek jalan Anyer-Panarukan yang cukup terkenal tersebut.

Setelah dari Kantor Dinas PUPR Kota Bogor kami melangkah menuju ke sebuah sekolah yang telah menjadi sekolah terbaik Se Jawa Barat pada 2023 yaitu SMKN 1 Kota Bogor atau yang cukup dikenal dengan nama SMEA, banyak program studinya yaitu Akuntansi, Perkantoran serta Multimedia dan masih banyak lagi.

Dan usai dari SMKN 1 Kota Bogor kami pun berkumpul di Tamang Heulang yang cukup rimbun dan sejuk, sebelum menuju ke Taman Heulang w sempat menyicipi dimsum yang cukup terjangkau yaitu Rp 10,000 isi 3 atau Rp 15.000 isi 5.

Di taman Heulang ini banyak sekali jajanan yang cukup meneteskan air di ujung lidah kita, setelah melalangbuana waktunya berakhirnya petualanangan di La Tansa Tanah Sereal Kota Bogor.

Setelah bercakap cakap dan kata sambitan dari ECW dan Rambah Kota saatnya menunjukkan berapa langkah kita telah melangkah ternyata  mencapai 6,662 langkah dengan habiskan kalori 700 dan telah memakan jarak selama 5 kilo.

Namun di aplikasi berjalan w cukup beda, dimana w sudah berjalan dari rumah pukul 05.15 kemudian berkeliling Bogor dan kembali ke rumah adalah 823,2 kalori dengan 11,46 kilometer dengan jumlah langkah kaki 16,860.

Usai dari Taman Heulang kami membubarkan diri, dimana Pak Jauhari dengan beberapa kaka kaka lainnya memilih makan siang di Sate Kambing Hanjawar sementara w, ka Nita dan Ka Haniel memilih untuk ke toko roti yang cukup melegenda…

Apalagi kalo bukan Tan ek Tjoan, toko roti yang sudah ada sejak tahun 1920 ini  cukup familiar dan menjadi langganan w sejak kecil dimana bokap selalu beli roti tawar atau roti manisnya seperti roti gambang.

W pun yang melihat banyaknya roti yang ditawarkan cukup kaget dengan roti gambang dengan rasa keju dan w pun membelinya bersama dengan roti manis pisan keju.

Dimana roti pisang kejunya sang Tan Ek Tjoan sekali dengan khasnya perpaduan antara pisang dan kejunya sangat merata dan melting dimulut.

Sementara gambang Kejunya pun begitu menyicipnya sudah pasti kalo roti itu produksi Tan Ek Tjoan ditambah dengan keju yang mungkin di parut terlebih ditambah dengan seruput kopi dikala senja atau pagi hari pasti enak binggidss.

Lepas dari Toko Tan Ek Tjoan kami pun berjalan menyusuri jalan Siliwiangi menuju kawasan Surya Kencana untuk makan siang, setelah itu kami pun menuju ke Stasiun Bogor untuk pulang ke tempat masing masing,

Kami bertiga tiba di Stasiun Bogor pukul 15.00 dan naik kereta serta berangkat pukul 15.05 hingga akhirnya berpisah di Stasiun Manggarai karena Ka Nita ke arah Tenabang dan w ke Bekasi.

W pun tiba di rumah pukul 17.55 dengan badan dan kaki yang sudah cukup pegal sekali bahkan pengen sekali selonjoran di Kasur.

Itulah seharian bersama w dengan kaka kaka hebat dari Eat Chat Walk dan Rambah kota yang mungkin saat w kepada kaka kaka Rambah kota agar ke depannya bisa pakai mic untuk menceritakan soal Kota Bogor bisa lebih terdengar lagi.

Bukan suaranya kecil namun tidak sebandin dengan polusi suara yang ditimbulkan oleh kendaraaan bermotor yang lewat sekitaranya, itu aja sich, sukses terus untuk kaka kaka Rambah Kota…

Nantikan walking tour selanjutnya…

Bogor, 25 Mei 2025…

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar