231123, 11:00 – Lagi lagi penembakan gas air mata kali ini yang melontarkan adalah jajaran anggota Polres Gresik dalam membubarkan massa yang beringas.
Jadi,
ada laga Kompetisi Pegadaian Liga 2 antara Gresik United melawan Delta Sidoarjo
yang berujung kekalahan Gresik United.
Tidak
terima timnya kalah sebagaimana penyakit sepak bola negeri kita belum siap
kalah dan menang, mereka mencoba masuk ke dalam stadion untuk bertemu dengan
manajemen Gresik United.
Namun
keinginan mereka dihalangi oleh para petugas, nah disitulah pecah kericuhan
diman para supoter melempari polisi dengan batu.
Polisi
pun tidak ambil diam dengan menggunakan pistol pelontar gas air mata dan
lemparkan gas air mata ke arah kerumunan.
Yang
menjadi pertanyaan sekarang adalah bukankah gas air mata sudah tidak boleh
dilakukan oleh petugas kepolisian sebagaimana tertuang dalam Peraturan Polisi
(Perpol) Nomor 10 tahun 2022 tentang Pengamanan Penyelenggaraan Kompetisi
Olahraga.
Namun
menurut polis sebagaimana w kutip dari Bolasport.com bahwa Kapolres Gresik
Panji Anom mengatakan bahwa penggunaan gas airmata untuk membubarkan penoton
yang semakin bringas dan mengamankan rekan mereka yang cidera akibat pelemparan
batu.
Menurut
ndut sich, yang salah adalah Polisi, kenapa ? seharusnya mereka tahu bagaimana
sifat dan budaya dari warga Jawa Timur yang sedikit panas bila melihat sesuatu,
mestinya ada eskalasi keburukan donk misalnya menambah jumlah personal.
Walaupun
kita tahu Indonesia saat ini sedang menjadi tuan rumah Piala Dunia U17 2023
setidaknya bisa donk daerah yang tidak terdampak mengirimkan personel
kepolisiannya untuk membantu.
Jangan
hanya demi eskalasi nasional saja misal demo 212 atau demo Sidang MPR atau
pemilu di Monas atau Istana, seluruh polda di Indonesia kirim personelnya ke
Jakarta namun giiliran sepak bola hanya satu dua kota saja yang mengirimkan
personel kepolisiannya.
Ini
sudah berulang kali terjadi, dan penyebabnya sama kekurangan personel, w jadi
penasaran apa sih isi rapat internal antara intelkam dengan Kapolres dan
Kapolda bila ada kegiatan olahraga jelang pertandingan penting atau tidak
penting sehingga w bilang tidak akurat dan berujung kericuhan.
Ya
seperti contoh kasus Gresik atau di Kanjuruhan, sekali lagi w Cuma bilang sepak
bola Indonesia itu umatnya banyak dan banyak juga kelakuannya yang lucu lucu
tapi mengerikan jadi pilih mana sedikti personel atau banyak personel kalau
ternyata rusuh.
Para
pecinta sepak bola kita ini belum cukup dewasa dalam menerima kekalahan apalagi
kalau secara beruntun dan juga belum cukup dewasa dalam menerima kemenangan
dengan pikiran cerdas.
Jadi
pikirkan kembali, w Cuma bilang patuhi Perpol No 10 tahun 2022, jangan lagi
pake gas air mata untuk alasan membubarkan massa demi menyelamatkan rekan
kalian.
Mestinya
kalian sudah mesti tahu resiko, kalian kan punya intelkam seharusnya tugas
intelkam itu akurat berarti dalam hal ini di Gresik ndut bilang lapran Intelkam
Gresik tidak akurat dan tidak membaca situasi yang akan terjadi !!!
Logikanya
intelkam tahu donk bagaimana situasi Gresik baik itu ditahun politik atau
kultur sepak bola daerah tersebut, semestinya bisa diredam dengan mengingatkan
para pentolan supoter untuk control dan awasi
anak buahnya namun nyatanya ya pecah juga kan.
Nah
apakah itu sudah dijalankan oleh para petugas Intelkam dilapangan jauh sebelum
pertandingan yang dilakukan oleh Gresik United sepanjang musim ini ?
Ndut
sich berharap, Kapolri dan Kadiv Propam Mabes Polri turun tangan dan
menyelidiki kasus pelemparan gas air mata yang katanya sudah sesuai prosedur di
Gresik, buat apa Perpol No 10 tahun 2022 dibuat kalau ternyata masih beredar
Gas air mata di sekitaran Stadion ! !
Apakah
kita akan dihukum oleh FIFA atau tidak, w sich setuju aja FIFA menghukum PSSI
dan sepak bola Indonesia karena kasus ini sudah berulang kali terjadi dan sepertinya
tidak ada rasa penyesalaan sama sekali bagi di supoter maupun pihak terkait.
Kita
bisa lihat setelah Kanjuruhan, reda namun kembali lagi rusuh dan terakhir ini
di Aceh dan Gresik seakan nyawa 135 penonton di Kanjuruhan itu hanya mati biasa
saja bagi para suporter kita.
Baru
saja ketika mengenang kembali peristiwa itu baru berubah namun hanya sebentar
kemudian berulah lagi.
Jadi
apakah kasus Aceh dan Gresik menjadi yang terakhir dan semakin dewasa para
penonton sepak bola kita dalam menyikapi sikap kalah dan menang ? kita lihat
saja nanti ndut sich kurang yakin bila melihat situasi yang terjadi saat ini.
Bekasi
231123…..
