Selasa, 07 Mei 2024

WHO: Nyaris 10 Persen Makanan Indonesia Tinggi Lemak Trans

7524, 01:55 – Badan Kesehatan Dunia atau WHO Indonesia tengah melalukan penelitian mengenai kandungan lemak trans dalam makanan di negeri ini.

Dimana hasilnya adalah nyaris 10 persen makanan yang beredar di pasaran memiliki kadar lemak trans yang melebihi ambang batas yang disarankan oleh WHO, nah lho !

Hal ini disampaikan oleh Team Lead NCDs dan Helathier Populatian WHO Indonesia, Lubna Bhatti dalam jumpa warta bertajuk Eliminasi Lemak Trans di Indonesia yang berlangsung di Jakarta.

Lubna Bhatti mengatakan bahwa dari temuan mereka di lapangan 11 dari 130 atau 8,46 persen makanan memiliki kandungan lemak trans melebihi 2 gram per 100 gram lemak.

Who sendiri mendukung pelasanaan kajian sumber asam lemak trans pada pangan yang mengukur kandungan lemak trans di makanan berbasi lemak atau minyak di Indonesia.

Setidaknya 130 produk makanan yang diteliti tim WHO dimana ke 130 produk tersebut dikategorikan menjadi 4.

Kategori pertama adalah lemak dan minyak yaitu minyak memasak, minyak salad, minyak goreng, shortening, mentega putih, minyak samin dan mentega.

Kategori kedua adalah jenis margarin dan selai contohnya selai kacang, selai lainnya dan tentunya margarin

Kategori ketiga adalah makanan kemasan seperti biscuit, wafer, kue, bolu dan roti, sedangkan kategori terakhir adalah makanan siap saji seperti makanan goreng dan makanan panggang.

Lubna juga ingatkan bahwa asam lemak trans dalam jumlah besar dalam peningkatan risiko serangan jantung dan kematian akibat penyakit jantung coroner.

Dimana setiap tahun ada lebih dari 500 ribu orang meninggal karena penyakit jantung dan khusus di Indonesia jumlah kasus penyakit tidak menular tidak naik hingga capi 70 persen.

Lubna juga ingatkan bahwa asam lemak trans dalam jumlah yang besar dapat tingkatkan risiko serangan jantung dan kematian.

WHO sendiri rekomendasikan agar orang dewasa batasi konsumsi lemak trans di bawah 1 persen dari total asupan energi yaitu kurang dari 2,2 gram per hari untuk asupan 2 ribu kalori.

Lubna juga khawatirkan mengenai makanan lemak trans dalam kadar tinggi yang semakin banyak dikonsumsi oleh anak anak.

Bila tidak segera dibatasi, dampak lebih luasnya akan ada kenaikan jumlah anak dengan obesitas di masa yang mendatang.

Dan obesitas tentu saja dekat dengan berbagai penyakit tidak menulis salah satunya jantung dan diabetes melitus.

Dengan banyaknya layanan kesehatan kuratif dari penyakit itu pastinya akan habiskan banyak anggaran negara.

Dalam temuan ini pun WHO berikan rekomendasikan berupa dua hal yaitu pertama adalah Indonesia perlua tetapkan peraturan eliminasi lemak trasn industrial dengan batasi kandungan lemak transnya hanya ada 2 persen dari kandungan lemak total dalam segala produk makanan.

Sementara itu menurut Lubna pilihan kedua adalah pemerintah Indonesia perlu melarang produksi penggunaan penjualan dan impor minyak yang hidrogenasi sebagian atau PHO

Sementara itu wakil pemerintah yaitu Wakil Menkes Dante Saksono Harbuwono setuju dengan pentingnya eliminasi lemak trans.

Menurut Wamenkes Dante, Indonesia saat ini tengah hadapi risiko masuknya produk yang mengandung lemak trans tinggi sehubungan dengan produsen yang menyasar pasar masih mengizinkan produk tersebut masuk.

Dirinya pun paham bahwa minyak terhidropgenasi atau PHO ini sangat disukai oleh industri karena memberikan umur produk yang lebih panjang. Namun sayangnya dalam metabolisme tubuh seseirang akan terjadi masalah pada kardiovaskular yang meningkat.

Dante pun mengatakan bahwa Kemkes RI mengapresiasikan upaya kajian kandungan lemak trans pada makanan yang dilakukan oleh tim WHO Indonesia.

Dirinya akan berupaya untuk membuat regulasi agar lemak trans dapat dibatasik produksinya pada produk makanan di Indonesia agar bisa turunkan angka kematian kardiovaskular sehingga masyakarat dapat lebih sehat.

Walau begitu ada beberapa tanantangan dalam pemberlakuan aturan ini khsusnya dalam sektor informal seperti para penjualan gorengan serta penjual martabak.

Selain itu juga perlu edukasi lebih jauh lagi di kalangan masyarakat untuk ingatkan konsumsi lemak yang lebih sehat.

Sementara itu menurut Founder Center of Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyana Samiarsih ikut apresiasikan langkah yang dilakukan WHO dalam membuat penelitian tersebut.

Penelitian WHO ini sejalan seirama dengan nafas CISDI yang juga fokus untuk kurangi angka obesitas masyarakat melalui rekomendasi kenaikana harga cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK di Indonesia.

Diah pun berhadap semakin banyak penelitian yang sejalan dalam membatasi gula, garam dan lemak sehingga pemerintah bisa berikan regulasi berdasarkan bukti dari penelitian yang cukup valid.

Walau begitu, Diah pun menilai data dari WHO Indonesia masih mendasar sebatas agar masyarakat lebih waspada tentang berbagai makanan yang ternyat memiliki kandungan lemak trans tinggi

Diah juga menilai masyarakat dan lembag perlu membuat penelitian yang lebih khususunya soal apa keuntungan yang dapat dirasakan para industri yang masih menggunakan berbagai bahan dasar dengan kandungan lemak trans tinggi ini.

Diah juga menilai perlu bagi pemerintah untuk ikut pikirkan ketersediaan dan kestabilan berbagai makanan pilihan yang lebih sehat di kalangan masyarakat.

Jangan sampai makanan yang sehat dan baik untuk kesehatan masyarakat harganya mahal, sehingga akhirnya masyarakat akan kembali memilih makanan yang murah dengan kandungan gizi yang minim.

Jangan sampai menurut Diah, ketika mau beli yang wajib aja susah apalagi beli makaanan yang sehat tapi mahal. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar