7524, 01:55 – Badan Kesehatan Dunia atau WHO Indonesia tengah melalukan penelitian mengenai kandungan lemak trans dalam makanan di negeri ini.
Dimana
hasilnya adalah nyaris 10 persen makanan yang beredar di pasaran memiliki kadar
lemak trans yang melebihi ambang batas yang disarankan oleh WHO, nah lho !
Hal
ini disampaikan oleh Team Lead NCDs dan Helathier Populatian WHO Indonesia,
Lubna Bhatti dalam jumpa warta bertajuk Eliminasi Lemak Trans di Indonesia yang
berlangsung di Jakarta.
Lubna
Bhatti mengatakan bahwa dari temuan mereka di lapangan 11 dari 130 atau 8,46
persen makanan memiliki kandungan lemak trans melebihi 2 gram per 100 gram
lemak.
Who
sendiri mendukung pelasanaan kajian sumber asam lemak trans pada pangan yang
mengukur kandungan lemak trans di makanan berbasi lemak atau minyak di
Indonesia.
Setidaknya
130 produk makanan yang diteliti tim WHO dimana ke 130 produk tersebut
dikategorikan menjadi 4.
Kategori
pertama adalah lemak dan minyak yaitu minyak memasak, minyak salad, minyak
goreng, shortening, mentega putih, minyak samin dan mentega.
Kategori
kedua adalah jenis margarin dan selai contohnya selai kacang, selai lainnya dan
tentunya margarin
Kategori
ketiga adalah makanan kemasan seperti biscuit, wafer, kue, bolu dan roti,
sedangkan kategori terakhir adalah makanan siap saji seperti makanan goreng dan
makanan panggang.
Lubna
juga ingatkan bahwa asam lemak trans dalam jumlah besar dalam peningkatan
risiko serangan jantung dan kematian akibat penyakit jantung coroner.
Dimana
setiap tahun ada lebih dari 500 ribu orang meninggal karena penyakit jantung
dan khusus di Indonesia jumlah kasus penyakit tidak menular tidak naik hingga
capi 70 persen.
Lubna
juga ingatkan bahwa asam lemak trans dalam jumlah yang besar dapat tingkatkan
risiko serangan jantung dan kematian.
WHO
sendiri rekomendasikan agar orang dewasa batasi konsumsi lemak trans di bawah 1
persen dari total asupan energi yaitu kurang dari 2,2 gram per hari untuk
asupan 2 ribu kalori.
Lubna
juga khawatirkan mengenai makanan lemak trans dalam kadar tinggi yang semakin
banyak dikonsumsi oleh anak anak.
Bila
tidak segera dibatasi, dampak lebih luasnya akan ada kenaikan jumlah anak
dengan obesitas di masa yang mendatang.
Dan
obesitas tentu saja dekat dengan berbagai penyakit tidak menulis salah satunya
jantung dan diabetes melitus.
Dengan
banyaknya layanan kesehatan kuratif dari penyakit itu pastinya akan habiskan
banyak anggaran negara.
Dalam
temuan ini pun WHO berikan rekomendasikan berupa dua hal yaitu pertama adalah
Indonesia perlua tetapkan peraturan eliminasi lemak trasn industrial dengan
batasi kandungan lemak transnya hanya ada 2 persen dari kandungan lemak total dalam
segala produk makanan.
Sementara
itu menurut Lubna pilihan kedua adalah pemerintah Indonesia perlu melarang
produksi penggunaan penjualan dan impor minyak yang hidrogenasi sebagian atau
PHO
Sementara
itu wakil pemerintah yaitu Wakil Menkes Dante Saksono Harbuwono setuju dengan
pentingnya eliminasi lemak trans.
Menurut
Wamenkes Dante, Indonesia saat ini tengah hadapi risiko masuknya produk yang
mengandung lemak trans tinggi sehubungan dengan produsen yang menyasar pasar
masih mengizinkan produk tersebut masuk.
Dirinya
pun paham bahwa minyak terhidropgenasi atau PHO ini sangat disukai oleh
industri karena memberikan umur produk yang lebih panjang. Namun sayangnya
dalam metabolisme tubuh seseirang akan terjadi masalah pada kardiovaskular yang
meningkat.
Dante
pun mengatakan bahwa Kemkes RI mengapresiasikan upaya kajian kandungan lemak
trans pada makanan yang dilakukan oleh tim WHO Indonesia.
Dirinya
akan berupaya untuk membuat regulasi agar lemak trans dapat dibatasik
produksinya pada produk makanan di Indonesia agar bisa turunkan angka kematian
kardiovaskular sehingga masyakarat dapat lebih sehat.
Walau
begitu ada beberapa tanantangan dalam pemberlakuan aturan ini khsusnya dalam
sektor informal seperti para penjualan gorengan serta penjual martabak.
Selain
itu juga perlu edukasi lebih jauh lagi di kalangan masyarakat untuk ingatkan
konsumsi lemak yang lebih sehat.
Sementara
itu menurut Founder Center of Indonesia’s Strategic Development Initiatives
(CISDI) Diah Satyana Samiarsih ikut apresiasikan langkah yang dilakukan WHO
dalam membuat penelitian tersebut.
Penelitian
WHO ini sejalan seirama dengan nafas CISDI yang juga fokus untuk kurangi angka
obesitas masyarakat melalui rekomendasi kenaikana harga cukai minuman
berpemanis dalam kemasan atau MBDK di Indonesia.
Diah
pun berhadap semakin banyak penelitian yang sejalan dalam membatasi gula, garam
dan lemak sehingga pemerintah bisa berikan regulasi berdasarkan bukti dari
penelitian yang cukup valid.
Walau
begitu, Diah pun menilai data dari WHO Indonesia masih mendasar sebatas agar
masyarakat lebih waspada tentang berbagai makanan yang ternyat memiliki
kandungan lemak trans tinggi
Diah
juga menilai masyarakat dan lembag perlu membuat penelitian yang lebih
khususunya soal apa keuntungan yang dapat dirasakan para industri yang masih
menggunakan berbagai bahan dasar dengan kandungan lemak trans tinggi ini.
Diah
juga menilai perlu bagi pemerintah untuk ikut pikirkan ketersediaan dan
kestabilan berbagai makanan pilihan yang lebih sehat di kalangan masyarakat.
Jangan
sampai makanan yang sehat dan baik untuk kesehatan masyarakat harganya mahal,
sehingga akhirnya masyarakat akan kembali memilih makanan yang murah dengan
kandungan gizi yang minim.
Jangan
sampai menurut Diah, ketika mau beli yang wajib aja susah apalagi beli makaanan
yang sehat tapi mahal. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar