181223, 16:00 – Naiknya kasus Covid19 terjadi di beberapa ngeara karena beberapa penyebanya, salah satunya adalah kemunculan subvariant baru dari Covid19.
Namun
kasus varian terbaru di beberapa negara seperti di Singapura yang dipicu oleh
adanya varian baru yaitu JN.1
Varian
JN.1 ini pertama kali dideteksi pada September 2023 yang mana merupakan turunan
dari BA.2.86 yang merupakan Sublineage dari varian Omicron BA.2.
Berikut
ini ada beberapa negara yang baru ini melaporkan kasus subvariant JN.1 yang
dilansir dari berbagai sumber:
India
Laporkan
kasus perdana dari subvariant JN.1 pada 18 November 2023 dimana seorang wanita
usia 79 tahun dinyatakan positif Covid19 melalui pemeriksaan RT-PCR.
Menurut
Dirjen ICMR Dr. Rajib Bahl katakan bahwa pada 8 Desember, kasus tersebut
terdeteksi pada specimen positif RT-PCR dari Karakulam di Wilayah Thiruvanathapuram
Kerala.
Pasien
wanita yang terinfeksi Covid19 ini alami gejala penyakit mirip influeza sedang
dan telah pulih dari Covid19.
Dilansir
dari Free Press Journal, Kementerian Persatuan setiap hari juga lakukan kontak
dengan Departemen Kesehatan Kerala dan memantau situasinya.
Singapura
Di
negara Singa ini kasus Covid19 terus melonjak dengan meningkat 75 persen
dibandingkan pekan sebelumnya.
Kementerian
Singapura juga catat angka infeksi harian yang dirawat inap akibat Covid19
mulai naik.
Sebagian
besar kasus infeksi oleh varian JN.1, Sublineage dari BA.2.86
"Berdasarkan
data internasional dan lokal, saat ini tidak ada indikasi jelas bahwa BA.2.86
atau JN.1 lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit lebih parah
dibandingkan varian lain yang beredar," kata Depkes dalam rilis media.
Amerika
Serikat
Menjadi
negara pertama yang laporan varian JN.1 pada bulan September 2023 lalu. Sejak saat
itu beberapa negara mulai laporkan temuannya seperti Belanda, Spanyol,
Islandia, Portugal, Inggris.
China
Negari
ini laporkan tujuh kasus Covid19 subvarian JN.1 dalam kurun waktu sekitar satu
bulan terakhir.
Menurut
Administrasi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Nasional tidak kesampingan
kemungkinan varian bisa menjadi dominan di China.
Menurut
para ahli meminta agar masyarakat tidak bereaksi berlebihan terhadapan varian JN.1
karena varian ini masih sangat rendah.
"Meskipun
tingkat prevalensi varian JN.1 di China saat ini sangat rendah, karena dampak
lanjutan dari strain epidemi internasional dan kasus impor, kemungkinan varian
JN.1 menjadi strain epidemi yang dominan di negara tersebut tidak dapat
dikesampingkan keluar," kata pemerintah sebagaimana dilansir dari Global Times ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar