Selasa, 30 Agustus 2022

Antara Poligami dan HIV-AIDS

Istimewa
30822, 19:00 – Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum lagi-lagi membuat kontroversi kali soal Poligami dalam mencegah penyebaran HIV-AIDS di daerahnya yang saat ini menempati peringkat pertama penyebaran penyakit itu di di indonesia.

Wagub Uu ini mengatakan bahwa menikah dan poligami akan menjauhkan diri dari perbuatan zina serta meminta para pria yang sudah menikah tidak lagi ‘jajan sembarangan’ yang berpotensi menularkan HIV/AIDS kepada isteri dan anak-anaknya.

Ucapan dari pria kelahiran Tasikmalaya 10 Mei 1969 ini terpicu dengan adanya rilisan terbaru Komisi Penanggulangan AIDS a.k.a. KPA yang mengatakan ada 5,943 kasus positif HIV di Bandung dalam periode 1991-2021. Dimana 11 persen diantaranya adalah ibu rumah tangga atau 653 kasus

Lalu 6,97 persen atau 414 kasus adalah mahasiswa, kemudian 31,01 atau setara 1,842 kasus adalah dari golongan pegawai swasta dan 39,52 persen adalah perilaku heteroseksual

Pernyataan ini lantas mengundang reaksi dari berbagai kalangan terutama soal isu Poligami yang mungkin di agama tertentu diperbolehkan, namun apakah ini bisa menghentikan laju penyebaran HIV AIDS ?

Jawabnya tidak, kenapa ? memang dari sudut agama mungkin tidak berbahaya namun dari segi budaya harus kembali diperhatikan lagi

Lagipula poligami, suami beristeri lebih dari satu orang menurut ndut telah meminggirkan dan tidak adanya menghormati keberadaan kaum wanita sebagai manusia hanya sebagai pemuas seksual belaka.

Kemudian soal usulan segera menikah bagi anak muda tidak lah sangat sederhana itu untuk menemukan solusi apalagi sama seperti Poligami, karena apa ? menikah di Indonesia itu biayanya sangat mahal dan itu berlaku di beberapa suku bangsa negeri ini.

Mungkin dari segi agama bisa dilakukan karena mungkin berkaca pada latar belakang dirinya dari pesantren namun apakah itu sudah sesuai dengan budaya yang ada di tanah air ini ?

Dan juga HIV-AIDS ini tidak selalu identic dengan seks, namun bisa juga melalui jarum suntik yang dipakai bergantian saat penggunaan narkoba.

Menurut ndut yang seharusnya dilakukan pemerintah terutama Kementerian Pendidikan, Riset dan Teknologi bersama Kementerian Perlindungan Perempuan dan BKKBN adalah menyusun soal materi atau kurikulum tentang pendidikan sex yang berbasis kearifan local agar membuka pandangan kaum muda sedari dini akan bahaya seks sebelum menikah dan berganti pasangan seksual serta penggunaan narkoba.

Karena ndut melihat sampai hari ini, pendidikan seks belum diterapkan secara ilmiah apalagi ditingkat rumah tangga, mungkin sudah ada namun kebanyakan belum diterapkan dan masih menganggapnya itu tabu biar mereka cari sendiri, hal inilah yang mungkin saja menjadi pemicu tingginya angka HIV-AIDS diluar jarum suntik narkoba.

Ndut punya cerita dulu soal pendidkan seks, dimana ada anak menyebutkan kondom atau penis saja mulut anak sudah dibungkam mulutnya oleh orang tuanya dengan mengatakan tidak sopan namun tidak ada penjelasan arti dari kata itu sehingga membuat sang anak mencari sendiri tanpa ada yang membimbingnya.

Hal ini lah yang bisa saja terjadi karena tidak adanya penjelasan dan anak bersama temannya pun mencari refensi yang tidak seharusnya dilihat dan itulah kenapa HIV-AIDS yang meningkat di luar narkoba.

Ndut sich berharap kementerian terkait mulai dari kementerian pendidikan dan kementerian perlindungan perempuan serta BKKBN untuk menyusun pedoman untuk mencegah meningkatnya HIV-AIDS di luar narkoba seperti materi edukasi seksual dengan bahasa yang mudah dimengerti.

Kita nantikan saja bagaimana kementerian dan pihak terkait dalam menurunkan angka HIV-AIDS di Indonesia ini tanpa menggampangkan sesuatu hal itu dengan menikah apalagi berpoligami !


Tidak ada komentar:

Posting Komentar