Istimewa
31121,
11:35 - Keberadaan maskot dalam
setiap perhelatan olahraga ibarat sayur kurang garam.
Sebesar apapun kegiatan olahraga itu digelar jika tidak disertai kehadiran maskot sebagai sosok pengingat, maka serasa ada yang hilang.
Sebagaimana ndut baca pada laman info public,
keberadaan maskot pun ikut menyemarakkan Pekan Paralimpiade Nasional 2021 di
Papua.
Seperti juga Pekan Olahraga Nasional (PON)
yang digelar beberapa pekan sebelumnya di Bumi Cenderawasih, Pekan Paralimpiade
Nasional (Peparnas) XVI di Papua ikut mengangkat satwa endemik sebagai latar
belakang maskot.
Jika pada PON Papua lalu, burung
cenderawasih (Paradisaeidae) dan kanguru pohon mantel emas (Dendrolagus
pulcherrimus) dijadikan maskot bernama Drawa dan Kangpho, maka untuk Peparnas
yang akan berlangsung pada 2-15 November 2021, dipilih satwa burung kasuari.
Satwa bernama Latin Casuarius ini dipilih
karena mencerminkan motivasi hidup pantang menyerah dalam situasi apa pun,
bertanggung jawab, mandiri, dan kecepatan untuk merespons setiap peluang dan
kesempatan.
Hewan ini memiliki sejumlah makna mendalam
ketika menjalani kehidupannya di alam Papua.
Kasuari jantan mampu mengambil fungsi si
betina untuk mengerami telur dan membesarkan anaknya. Mereka sanggup
berkomunikasi dengan suara berfrekuensi rendah.
Tidak seperti burung pada umumnya, kasuari
dewasa mampu tumbuh dengan ukuran tubuh hingga 1,5 meter dan bobot mencapai 60
kilogram.
Seekor kasuari juga mempunyai keterbatasan.
Ia tidak bisa terbang layaknya seekor burung karena ukuran sayap jauh lebih
kecil dibandingkan tubuhnya. Hewan ini banyak mendiami kawasan hutan-hutan di
pegunungan Papua.
Ia mengimbangi keterbatasannya dengan
struktur sepasang kaki besar dan kokoh. Terdapat tiga kuku menyerupai
cakar-cakar besar dan tajam di jari kaki. Kaki-kaki kokoh kasuari dipakai untuk
berlari kencang dengan kecepatan hingga 50 kilometer per jam menembus rimbunnya
hutan agar terhindar dari predator.
Kaki-kaki kekar kasuari juga menjadi
senjata sangat ampuh untuk menendang para pengganggunya.
Kaki besarnya itu kerap dipakai untuk
melompati celah selebar 1,5 meter atau dijadikan alat kayuh paling andal ketika
berenang menyusuri sungai atau laut. Terdapat semacam tanduk di kepala untuk
melindunginya dari rintangan kayu pohon ketika berlari di rimbunan pohon.
Hampir semua suku di Papua, baik di
pegunungan atau pesisir pantai memiliki nama tersendiri untuk kasuari. Begitu
juga masyarakat Tobati, suku asli Kota Jayapura dan Suku Asei di Kabupaten
Jayapura.
Orang Tobati menyebut kasuari dengan nama
Htwar, sedangkan masyarakat Asei menamainya Augangge. Bulu-bulu kasuari yang
lebat dan didominasi warna hitam acap dijadikan pelengkap aksesoris adat kedua
suku.
Karena itu pihak Panitia Besar Peparnas
mempunyai cara unik untuk mengangkat kasuari sebagai maskot. Tidak hanya satu,
melainkan sepasang kasuari, yakni jantan dan betina dibuatkan maskotnya. Maskot
kasuari jantan dinamai Hara dan Wara untuk maskot betina.
Nama Hara dan Wara diambil dari gabungan
kata panggilan kasuari di Suku Tobati dan Asei.
Keduanya digambarkan memakai seragam dengan
motif angka 16 mencerminkan pelaksanaan Peparnas untuk ke-16 kali.
Kemudian di bagian dada terkalung noken
ukuran kecil. Noken merupakan tas tradisional Papua yang terbuat dari serat
kayu dan telah menjadi warisan budaya dunia takbenda oleh UNESCO.
Tak hanya maskot, unsur-unsur budaya lokal
seperti rumah adat honai dan alat musik pukul tifa ikut mewarnai simbol-simbol
Peparnas 2021. "Sehati Mencapai Tujuan, Ciptakan Prestasi" menjadi
tema sentral Peparnas Papua.
Semoga kehadiran Hara dan Wara mampu
menambah kemeriahan Peparnas pertama di provinsi paling timur dari Indonesia.
Torang Bisa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar